Strategi
Pendidikan Karakter di Sekolah
Pendidikan
karakter saat ini sedang ramai dibicarakan oleh kalayak umum. Pendidikan
karakter suatu terobosan untuk menciptakan iklim manusia-manusia berkarakter
sesuai Pancasila dan UUD 1945 dan dapat dimulai melalui dunia pendidikan yang
gencar disosialisasikan di sekolah-sekolah. Hal ini berlaku mulai dari jenjang
PAUD/TK, SD, SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi.
Sudah
menjadi rahasia umum, saat ini SDM dan tingkah laku, moral bangsa Indonesia
turun dan tidak sesuai dengan jati diri bangsa. Utamanya di kalangan generasi
muda, mereka tidak hafal nama pahlawan bahkan gaya berpakaian, bergaul dan
sebagainya sudah menjiplak negara lain yang dianggapnya lebih maju dan gaul.
Banyak seks bebas dimana-mana, perampokan, penculikan, tidak adanya rasa
kemanusiaan, hormat-menghormati, hilangnya rasa persatuan dan kesatuan
merupakan beberapa contoh yang terjadi saat ini.
Untuk
itu, pemerintah memberi solusi memberi solusi melalui pendidikan karakter yang
dibina dan dikembangkan di sekolah-sekolah agar jati diri bangsa tidak hilang
dan setiap generasi memiliki karakter dan kepribadian yang sesuai dengan bangsa
Indonesia. Untuk mewujudkannya, diperlukan suatu strategi pendidikan karakter
sesuai dengan kondisi siswa, guru, sekolah, dan lingkungan.
Adapun strategi
pendidikan karakter di sekolah antara lain:
a. Penataan
Sosio-Emosional Kultur Akademik Sekolah
Dalam
lingkungan sekolah harus dikondisikan agar lingkungan fisik dan sosial-emosional
kultu akademik sekolah memungkinkan para peserta didik bersama dengan warga
sekolah lainnya terbiasa membangun kegiatan keseharian di sekolah yang
mencerminkan perwujudan nilai/karakter. Sekolah harus bisa mengkondisikan dan
menata keadaan sosial (interaksi), emosional (pengelolaan emosi diri), dan
budaya sekolah yang berkaitan dengan interaksi antar siswa, siswa dengan guru,
antar guru, dan warga sekolah dengan masyarakat sekitar. Kegiatan yang mempengaruhi penataan sosio-emosional kultur
akademik sekolah, yaitu:

Kegiatan rutin
merupakan kegiatan yang rutin atau ajeg dilakukan setiap saat. Kegiatan rutin
dapat juga berarti kegiatan yang dilakukan siswa secara terus menerus dan
konsisten setiap saat. Beberapa contoh kegiatan rutin antara lain kegiatan
upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan,
piket kelas, shalat berjamaah, berbaris ketika masuk kelas, berdoa sebelum
pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru,
tenaga pendidik, dan teman, dan sebagainya.

Pengkondisian berkaitan
dengan upaya sekolah untuk menata lingkungan fisik maupun nonfisik demi
terciptanya suasana mendukung terlaksananya pendidikan karakter. Kegiatan
menata lingkungan fisik misalnya adalah mengkondisikan toilet yang bersih,
tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak yang
dipajang di lorong sekolah dan di dalam kelas. Sedangkan pengkondisian
lingkungan nonfisik misalnya mengelola konflik antar guru supaya tidak menjurus
kepada perpecahan, atau bahkan menghilangkan konflik tersebut.

Kegiatan spontan dapat
juga disebut kegiatan insidental. Kegiatan ini dilakukan secara spontan tanpa
perencanaan terlebih dahulu. Contoh kegiatan ini adalah mengumpulkan sumbangan
ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat ketika
terjadi bencana.

Keteladanan merupakan
sikap “menjadi contoh”. Sikap menjadi contoh merupakan perilaku dan sikap guru
dan tenaga kependidikan dan siswa dalam memberikan contoh melalui
tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi siswa lain.
Contoh kegiatan ini misalnya guru menjadi contoh pribadi yang bersih, rapi,
ramah, dan supel.
b. Penciptaan
Iklim Religius yang Kondusif
ü Untuk
menunjang terwujudnya siswa berkarakter, sekolah harus menfasilitasi dengan
mengadakan kegiatan keagamaan secara teratur, misalnya mengadakan sholat Jumat
setiap hari Jumat untuk yang beragama Islam. Selain itu, dalam proses
pembelajaran juga harus menciptakan suasana yang religius dengan selalu berdoa
sebelum dan selesai belajar, berwudhu ketika akan memulai pelajaran, mengadakan
kultum sebelum pelajaran dimulai, mengucapkan salam, selalu berkata-kata baik
dan sopan. Dapat juga setiap istirahat pertama secara bergilir, tiap kelas
melaksanakan sholat dhuha bersama.
c. Terpadu
dalam Proses Belajar Mengajar
ü Dalam
kegiatan belajar-mengajar di kelas pengembangan nilai/karakter dilaksanakan
dengan menggunakan pendekatan yang terintegrasi dalam semua mata pelajaran.
Khusus, untuk mata pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan,
karena memang misinya adalah mengembangkan nilai dan sikap maka pengembangan
nilai/karakter harus menjadi fokus utama yang dapat menggunakan berbagai strategi/metode
pendidikan nilai. Untuk kedua mata pelajaran tersebut nilai/karakter dikembangkan
sebagai dampak pembelajaran dan juga dampak pengiring. Sementara itu untuk mata
pelajaran lainnya, yang secara formal memiliki misi utama selain pengembangan
nilai/karakter, wajib dikembangkan kegiatan yang memiliki dampak pengiring berkembangnya
nilai/karakter dalam diri peserta didik.
ü Kegiatan
pembelajaran dalam kerangka pengembangan karakter peserta didik dapat
menggunakan pendekatan kontekstual sebagai konsep belajar dan mengajar yang
membantu guru dan peserta didik mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata, sehingga peserta didik mampu untuk membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka.
ü Alasan
penggunaan strategi kontekstual adalah bahwa strategi tersebut dapat mengajak
siswa menghubungkan atau mengaitkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata.
Dengan dapat mengajak menghubungkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata,
berati siswa diharapkan dapat mencari hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
begitu, melalui pembelajaran kontekstual peserta didik lebih memiliki hasil
yang komprehensif tidak hanya pada tataran kognitif (olah pikir), tetapi pada
tataran afektif (olah hati, rasa, dan karsa), serta psikomotor (olah raga).
d. Terpadu
dalam Program Ekstrakurikuler
ü Kegiatan
ekstrakurikuler merupakan kegiatan-kegiatan di luar kegiatan pembelajaran. Tujuan dari pengadaan ekstrakurikuler sendiri
merupakan sebuah wadah untuk mengembangakan bakat siswa.
Meskipun di luar kegiatan pembelajaran, guru dapat juga mengintegrasikannya
dalam pembelajaran. Kegiatan-kegiatan ini sebenarnya sudah mendukung
pelaksanaan pendidikan karakter. Namun demikian tetap diperlukan perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi yang baik atau merevitalisasi kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler
tersebut agar dapat melaksanakan pendidikan karakter kepada siswa.
ü Dalam
kegiatan ekstrakurikuler, yakni kegiatan sekolah yang bersifat umum dan tidak
terkait langsung pada suatu mata pelajaran, seperti kegiatan dokter kecil,
Palang Merah Remaja, pramuka, drum band, sepak bola, karya ilmiah, pecinta alam
dll, perlu dikembangkan dengan proses pembiasaan dan penguatan (reinforcement) dalam rangka pengembangan
nilai/karakter.
e. Terpadu
dalam Program Bimbingan dan Konseling
ü Bimbingan
dan Konseling merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional, maka
orientasi, tujuan dan pelaksanaan BK juga merupakan bagian dari orientasi,
tujuan dan pelaksanaan pendidikan karakter.
ü Program
Bimbingan dan Konseling di sekolah merupakan bagian inti pendidikan karakter
yang dilaksanakan dengan berbagai strategi pelayanan dalam upaya mengembangkan
potensi peserta didik untuk mencapai kemandirian, dengan memiliki karakter yang
dibutuhkan saat ini dan masa depan.
ü Pekerjaan
bimbingan dan konseling adalah pekerjaan berbasis nilai, layanan etis normatif,
dan bukan layanan bebas nilai. Seorang konselor perlu memahami betul hakekat
manusia dan perkembangannya sebagai makhluk sadar nilai dan perkembangannya ke
arah normatif-etis. Seorang konselor harus memahami perkembangan nilai, namun
seorang konselor tidak boleh memaksakan nilai yang dianutnya kepada konseli
(peserta didik yang dilayani), dan tidak boleh meneladankan diri untuk ditiru
konselinya, melainkan memfasilitasi konseli untuk menemukan makna nilai
kehidupannya.
ü Sebagai pendidik yang
berkepentingan dengan pendidikan
karakter, konselor seyogyanya memiliki komitmen dan dapat tampil di
garis terdepan dalam mengimplementasikan
pendidikan karakter di sekolah, bekerja
sama dengan stake holder pendidikan lainnya.
ü Materi
Pendidikan Karakter dalam Layanan Bimbingan, antara lain dapat mencakup: (1)
Perilaku seksual; (2) Pengetahuan
tentang karakter; (3) Pemahaman
tentang moral sosial; (4) Keterampilan pemecahan masalah; (5) Kompetensi
emosional; (6) Hubungan dengan orang
lain; (7) Perasaan
keterikatan dengan sekolah; (8) Prestasi akademis; (9)
Kompetensi berkomunikasi; dan (10) Sikap
kepada guru.
ü Strategi
pelayanan pendidikan karakter melalui bimbingan dan konseling dapat dilakukan
melalui : (1) Layanan Dasar; (2) Layanan Responsif; (3) Bimbingan Individual;
dan (4) Dukungan Sistem.
f. Bekerja
Sama dengan Pihak Lain
ü Selain menggunakan strategi diatas salah satu upaya
yang bisa dilakukan untuk pendidikan karakter disekolah adalah dengan bekerja
sama dengan pihak lain. Pihak lain disini bisa dengan orangtua atau wali murid,
masyarakat sekitar, komite sekolah, organisasi atau lembaga lain seperti TPA. Anak-anak
bisa mendapatkan ilmu dan pembentukan kepribadian melalui kegiatan TPA. Kegiatan
ini merupakan kegiatan penunjang pendidikan karakter yang ada di sekolah.
ü Rumah
(keluarga) dan masyarakat merupakan partner penting suksesnya pelaksanaan
pendidikan karakter di sekolah. Pelaksanaan pendidikan karakter sebaik apapun,
kalau tidak didukung oleh lingkungan keluarga dan masyarakat akan sia-sia.
Dalam kegiatan ini, sekolah dapat mengupayakan terciptanya keselarasan antara
karakter yang dikembangkan di sekolah dengan pembiasaan di rumah dan masyarakat.
ü Orangtua
adalah pendidik pertama dan utama, mereka menjadi pendidik secara alamiah dan
kodrati. Orangtua menjadi pendidik bagi anaknya secara penuh waktu dan
sepanjang hidup. Melalui orangtua, anak belajar menanggapi dunia luar,
berinteraksi dengan teman dan beradaptasi dengan lingkungan. Sikap orangtua
berpengaruh terhadap pengembangan karakter anak, sementara itu sikap orangtua
tergantung pada pola pengasuhan yang diterima semasa kecil dan pengaruh latihan
serta pengalaman pada masa remaja dan dewasa.
ü Selain
itu juga melibatkan masyarakat, dimana aktivitas pendidikan karakter
dilaksanakan. Tujuan: masyarakat dapat memahami dan secara aktif terlibat dalam
program pendidikan karakter. Tidak terjadi ketercerabutan sekolah dari
masyarakat sehingga sekolah memiliki kepekaan terhadap
permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat.
ü Di
lingkungan keluarga dan masyarakat diupayakan agar terjadi proses penguatan
dari orang tua/wali serta tokoh-tokoh masyarakat terhadap prilaku berkarakter
mulia yang dikembangkan di sekolah menjadi kegiatan keseharian di rumah dan di
lingkungan masyarakat masing-masing.
Kesimpulan
Pendidikan
karakter sangat penting diterapkan demi mengembalikan karakter bangsa Indonesia
yang sudah mulai luntur. Dengan dilaksanakannya pendidikan karakter di sekolah
dasar, diharapkan dapat menjadi solusi atas masalah-masalah sosial yang terjadi
di masyarakat. Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dapat dilaksanakan dengan
penataan sosio-emosional kultur akademik sekolah, penciptaan iklim religius
yang kondusif, terpadu dalam proses belajar mengajar, terpadu dalam program
ekstrakurikuler, terpadu dalam program bimbingan dan konseling, dan bekerja
sama dengan pihak lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar