Sabtu, 26 Mei 2012

Pendidikan Karakter di Sekolah


Strategi Pendidikan Karakter di Sekolah
Pendidikan karakter saat ini sedang ramai dibicarakan oleh kalayak umum. Pendidikan karakter suatu terobosan untuk menciptakan iklim manusia-manusia berkarakter sesuai Pancasila dan UUD 1945 dan dapat dimulai melalui dunia pendidikan yang gencar disosialisasikan di sekolah-sekolah. Hal ini berlaku mulai dari jenjang PAUD/TK, SD, SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi.
Sudah menjadi rahasia umum, saat ini SDM dan tingkah laku, moral bangsa Indonesia turun dan tidak sesuai dengan jati diri bangsa. Utamanya di kalangan generasi muda, mereka tidak hafal nama pahlawan bahkan gaya berpakaian, bergaul dan sebagainya sudah menjiplak negara lain yang dianggapnya lebih maju dan gaul. Banyak seks bebas dimana-mana, perampokan, penculikan, tidak adanya rasa kemanusiaan, hormat-menghormati, hilangnya rasa persatuan dan kesatuan merupakan beberapa contoh yang terjadi saat ini.
Untuk itu, pemerintah memberi solusi memberi solusi melalui pendidikan karakter yang dibina dan dikembangkan di sekolah-sekolah agar jati diri bangsa tidak hilang dan setiap generasi memiliki karakter dan kepribadian yang sesuai dengan bangsa Indonesia. Untuk mewujudkannya, diperlukan suatu strategi pendidikan karakter sesuai dengan kondisi siswa, guru, sekolah, dan lingkungan.
Adapun strategi pendidikan karakter di sekolah antara lain:
a.       Penataan Sosio-Emosional Kultur Akademik Sekolah
Dalam lingkungan sekolah harus dikondisikan agar lingkungan fisik dan sosial-emosional kultu akademik sekolah memungkinkan para peserta didik bersama dengan warga sekolah lainnya terbiasa membangun kegiatan keseharian di sekolah yang mencerminkan perwujudan nilai/karakter. Sekolah harus bisa mengkondisikan dan menata keadaan sosial (interaksi), emosional (pengelolaan emosi diri), dan budaya sekolah yang berkaitan dengan interaksi antar siswa, siswa dengan guru, antar guru, dan warga sekolah dengan masyarakat sekitar. Kegiatan yang  mempengaruhi penataan sosio-emosional kultur akademik sekolah, yaitu:
*      Kegiatan rutin
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang rutin atau ajeg dilakukan setiap saat. Kegiatan rutin dapat juga berarti kegiatan yang dilakukan siswa secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Beberapa contoh kegiatan rutin antara lain kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas, shalat berjamaah, berbaris ketika masuk kelas, berdoa sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga pendidik, dan teman, dan sebagainya.
*      Pengkondisian
Pengkondisian berkaitan dengan upaya sekolah untuk menata lingkungan fisik maupun nonfisik demi terciptanya suasana mendukung terlaksananya pendidikan karakter. Kegiatan menata lingkungan fisik misalnya adalah mengkondisikan toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak yang dipajang di lorong sekolah dan di dalam kelas. Sedangkan pengkondisian lingkungan nonfisik misalnya mengelola konflik antar guru supaya tidak menjurus kepada perpecahan, atau bahkan menghilangkan konflik tersebut.
*      Kegiatan spontan
Kegiatan spontan dapat juga disebut kegiatan insidental. Kegiatan ini dilakukan secara spontan tanpa perencanaan terlebih dahulu. Contoh kegiatan ini adalah mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi bencana.
*      Keteladanan
Keteladanan merupakan sikap “menjadi contoh”. Sikap menjadi contoh merupakan perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan dan siswa dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi siswa lain. Contoh kegiatan ini misalnya guru menjadi contoh pribadi yang bersih, rapi, ramah, dan supel.
b.      Penciptaan Iklim Religius yang Kondusif
ü  Untuk menunjang terwujudnya siswa berkarakter, sekolah harus menfasilitasi dengan mengadakan kegiatan keagamaan secara teratur, misalnya mengadakan sholat Jumat setiap hari Jumat untuk yang beragama Islam. Selain itu, dalam proses pembelajaran juga harus menciptakan suasana yang religius dengan selalu berdoa sebelum dan selesai belajar, berwudhu ketika akan memulai pelajaran, mengadakan kultum sebelum pelajaran dimulai, mengucapkan salam, selalu berkata-kata baik dan sopan. Dapat juga setiap istirahat pertama secara bergilir, tiap kelas melaksanakan sholat dhuha bersama.
c.       Terpadu dalam Proses Belajar Mengajar
ü  Dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas pengembangan nilai/karakter dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan yang terintegrasi dalam semua mata pelajaran. Khusus, untuk mata pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan, karena memang misinya adalah mengembangkan nilai dan sikap maka pengembangan nilai/karakter harus menjadi fokus utama yang dapat menggunakan berbagai strategi/metode pendidikan nilai. Untuk kedua mata pelajaran tersebut nilai/karakter dikembangkan sebagai dampak pembelajaran dan juga dampak pengiring. Sementara itu untuk mata pelajaran lainnya, yang secara formal memiliki misi utama selain pengembangan nilai/karakter, wajib dikembangkan kegiatan yang memiliki dampak pengiring berkembangnya nilai/karakter dalam diri peserta didik.
ü  Kegiatan pembelajaran dalam kerangka pengembangan karakter peserta didik dapat menggunakan pendekatan kontekstual sebagai konsep belajar dan mengajar yang membantu guru dan peserta didik mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata, sehingga peserta didik mampu untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka.
ü  Alasan penggunaan strategi kontekstual adalah bahwa strategi tersebut dapat mengajak siswa menghubungkan atau mengaitkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata. Dengan dapat mengajak menghubungkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata, berati siswa diharapkan dapat mencari hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, melalui pembelajaran kontekstual peserta didik lebih memiliki hasil yang komprehensif tidak hanya pada tataran kognitif (olah pikir), tetapi pada tataran afektif (olah hati, rasa, dan karsa), serta psikomotor (olah raga).
d.      Terpadu dalam Program Ekstrakurikuler
ü  Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan-kegiatan di luar kegiatan pembelajaran. Tujuan dari pengadaan ekstrakurikuler sendiri merupakan sebuah wadah untuk mengembangakan bakat siswa. Meskipun di luar kegiatan pembelajaran, guru dapat juga mengintegrasikannya dalam pembelajaran. Kegiatan-kegiatan ini sebenarnya sudah mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. Namun demikian tetap diperlukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang baik atau merevitalisasi kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler tersebut agar dapat melaksanakan pendidikan karakter kepada siswa.
ü  Dalam kegiatan ekstrakurikuler, yakni kegiatan sekolah yang bersifat umum dan tidak terkait langsung pada suatu mata pelajaran, seperti kegiatan dokter kecil, Palang Merah Remaja, pramuka, drum band, sepak bola, karya ilmiah, pecinta alam dll, perlu dikembangkan dengan proses pembiasaan dan penguatan (reinforcement) dalam rangka pengembangan nilai/karakter.
e.       Terpadu dalam Program Bimbingan dan Konseling
ü  Bimbingan dan Konseling merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional, maka orientasi, tujuan dan pelaksanaan BK juga merupakan bagian dari orientasi, tujuan dan pelaksanaan pendidikan karakter.
ü  Program Bimbingan dan Konseling di sekolah merupakan bagian inti pendidikan karakter yang dilaksanakan dengan berbagai strategi pelayanan dalam upaya mengembangkan potensi peserta didik untuk mencapai kemandirian, dengan memiliki karakter yang dibutuhkan saat ini dan masa depan.
ü  Pekerjaan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan berbasis nilai, layanan etis normatif, dan bukan layanan bebas nilai. Seorang konselor perlu memahami betul hakekat manusia dan perkembangannya sebagai makhluk sadar nilai dan perkembangannya ke arah normatif-etis. Seorang konselor harus memahami perkembangan nilai, namun seorang konselor tidak boleh memaksakan nilai yang dianutnya kepada konseli (peserta didik yang dilayani), dan tidak boleh meneladankan diri untuk ditiru konselinya, melainkan memfasilitasi konseli untuk menemukan makna nilai kehidupannya.
ü  Sebagai  pendidik yang  berkepentingan dengan pendidikan  karakter, konselor seyogyanya memiliki komitmen dan dapat tampil di garis terdepan dalam  mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolah,  bekerja sama dengan stake holder pendidikan lainnya.
ü  Materi Pendidikan Karakter dalam Layanan Bimbingan, antara lain dapat mencakup: (1) Perilaku seksual; (2) Pengetahuan  tentang  karakter; (3) Pemahaman tentang moral sosial; (4) Keterampilan pemecahan masalah; (5) Kompetensi emosional; (6) Hubungan  dengan  orang  lain; (7) Perasaan  keterikatan  dengan  sekolah; (8) Prestasi akademis; (9) Kompetensi berkomunikasi; dan (10) Sikap  kepada  guru.
ü  Strategi pelayanan pendidikan karakter melalui bimbingan dan konseling dapat dilakukan melalui : (1) Layanan Dasar; (2) Layanan Responsif; (3) Bimbingan Individual; dan (4) Dukungan Sistem.
f.       Bekerja Sama dengan Pihak Lain
ü  Selain menggunakan strategi diatas salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk pendidikan karakter disekolah adalah dengan bekerja sama dengan pihak lain. Pihak lain disini bisa dengan orangtua atau wali murid, masyarakat sekitar, komite sekolah, organisasi atau lembaga lain seperti TPA. Anak-anak bisa mendapatkan ilmu dan pembentukan kepribadian melalui kegiatan TPA. Kegiatan ini merupakan kegiatan penunjang pendidikan karakter yang ada di sekolah.
ü  Rumah (keluarga) dan masyarakat merupakan partner penting suksesnya pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah. Pelaksanaan pendidikan karakter sebaik apapun, kalau tidak didukung oleh lingkungan keluarga dan masyarakat akan sia-sia. Dalam kegiatan ini, sekolah dapat mengupayakan terciptanya keselarasan antara karakter yang dikembangkan di sekolah dengan pembiasaan di rumah dan masyarakat.
ü  Orangtua adalah pendidik pertama dan utama, mereka menjadi pendidik secara alamiah dan kodrati. Orangtua menjadi pendidik bagi anaknya secara penuh waktu dan sepanjang hidup. Melalui orangtua, anak belajar menanggapi dunia luar, berinteraksi dengan teman dan beradaptasi dengan lingkungan. Sikap orangtua berpengaruh terhadap pengembangan karakter anak, sementara itu sikap orangtua tergantung pada pola pengasuhan yang diterima semasa kecil dan pengaruh latihan serta pengalaman pada masa remaja dan dewasa.
ü  Selain itu juga melibatkan masyarakat, dimana aktivitas pendidikan karakter dilaksanakan. Tujuan: masyarakat dapat memahami dan secara aktif terlibat dalam program pendidikan karakter. Tidak terjadi ketercerabutan sekolah dari masyarakat sehingga sekolah memiliki kepekaan terhadap permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat.
ü  Di lingkungan keluarga dan masyarakat diupayakan agar terjadi proses penguatan dari orang tua/wali serta tokoh-tokoh masyarakat terhadap prilaku berkarakter mulia yang dikembangkan di sekolah menjadi kegiatan keseharian di rumah dan di lingkungan masyarakat masing-masing.

Kesimpulan
Pendidikan karakter sangat penting diterapkan demi mengembalikan karakter bangsa Indonesia yang sudah mulai luntur. Dengan dilaksanakannya pendidikan karakter di sekolah dasar, diharapkan dapat menjadi solusi atas masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dapat dilaksanakan dengan penataan sosio-emosional kultur akademik sekolah, penciptaan iklim religius yang kondusif, terpadu dalam proses belajar mengajar, terpadu dalam program ekstrakurikuler, terpadu dalam program bimbingan dan konseling, dan bekerja sama dengan pihak lain.

Tidak ada komentar: